Dialektika Sosial Anak Bangsa

Sebuah perjalanan panjang dalam untaian kata dalam jiwa, dedikasi yang tercipta untuk Sang Pencipta, yang terbaik dalam hidup dan untuk Negeriku Indonesia

Thursday, March 20, 2014

Sudut Sosial : Dilema Anak Rimba

Disepanjang jalan yang aku lalui dalam perjalanan hidup ini, aku melihat dan merasakan akan banyak problematika kehidupan yang menyayat nurani. Seperti sebuah goresan pedang yang menancap pada uluhati dan menimbulkan luka yang dalam.

Seperti halnya kekerasan-kekerasan yang marak terjadi pada anak-anak tidak berdosa, seperti yang di alami oleh seorang anak balita, bernama Iqbal Saputera (3,5) yang menghiasi dan menjadi buah pembicaraan media televisi. Iqbal adalah seorang anak yang menjadi korban dari kekerasan dan kebiadaban manusia.

Dadang yang mengaku sebagai ayah tiri Iqbal selain menyiksa Iqbal, dia juga menjual tenaga anak malang ini untuk bekerja membanting tulang dijalan sebagai pengamen ataupun pengemis, dan ketika anak malang ini sedikit dalam mendapatkan uang maka disanalah waktunya Dadang membabi buta untuk memukul, dan menyiksa bocah malang ini tanpa memperdulikan batas kemanusiaan sedikitpun.

Anehnya penyiksaan terhadap bocah malang tersebut dilakukan dengan sengaja, dan dengan semakin banyak luka yang dialami oleh Iqbal, maka, akan menimbulkan suatu rasa iba, atau kasihan bagi banyak orang. Dengan begitu orang yang berlalu lalang untuk memberikan sebagian rezekinya kepada Iqbal sebagai rasa kasihan. Sungguh tragis apa yang di alami oleh bocah malang ini.

Mengapa, harus ada orang yang tega menyiksa anak-anak tidak berdosa demi meraup sebuah rezeki? Apakah moral sebagian orang dimasa kini sudah tergadaikan oleh sebuah materi? Menyikapi hal ini dapat saya katakan bahwa, manusia memang harus mencari rezeki guna bekal perjalanan hidup dikemudian hari, yakni dengan bekerja ataupun menjual hasil karya kita yang mungkin bermanfaat bagi orang lain, tapi apakah harus melukai orang, bahkan sampai memukul, menyiksa, dan lebih parahnya lagi ada yang sampai tega, membunuh dan menjual anak-anak yang tidak berdosa demi sebuah pundi-pundi rupiah? Apakah sudah tidak adalagi rezeki yang halal tanpa harus membuat orang lain terluka bahkan sampai terinjak-injak?

Berkaca dari apa yang dirasakan bocah malang Iqbal, saya hanya menggaris bawahi akan bagaimanakah peran dari kita sebagai orang tua, dan bukan hanya sebagai orang tua melainkan sebagaimana seorang manusia?. Dengan begitu tidak ada lagi anak-anak yang harus menjadi korban kekerasan seperti yang dialami oleh Iqbal, dan seharusnya kita sebagai manusia harus dapat berrkaca diri dalam mendidik dan membesarkan anak-anak kita sebagaimana insan manusia dengan mencintai dan menyayanginya sepenuh hati.

Iqbal adalah korban dari sebuah kekejaman dan kebiadaban seorang manusia. pola pikir yang lemah, taraf pendidikan yang mungkin rendah, serta kemiskinan melanda, selalu saja menjadi alasan klasik dalam problematika kehidupan, tanpa pernah berkaca bahwa kemiskinan bukanlah suatu faktor yang berpengaruh dalam segalanya karena kemiskinan juga terjadi oleh adanya kesalahan dalam suatu sistem, dan pola pikir individu karena dapat saya katakan bahwa beberapa orang miskin, banyak yang masih bisa untuk mensyukuri segala nikmat yang Allah SWT berikan bahkan ada diantara mereka dengan kesungguh-sungguhan berupaya memperbaiki diri tanpa harus merugikan orang lain dan tanpa harus mendzolimi orang lain. Dengan kesungguh-sungguhan sudah banyak orang-orang yang berhasil memperbaikki taraf hidupnya menjadi lebih baik bahkan menjadi orang yang sukses.

Rubah paradigma yang ada, dan jangan salahkan kemiskinan yang rasakan melainkan pacu semangat hidup diri kita agar mendapatkan rezeki yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya dengan rasa syukur yang begitu dalam dan dengan semangat juang yang berkualitas serta kejujuran dalam mencari rezeki yang halal. Dalam hal ini yang paling penting adalah kejujuran dan mensyukuri apa yang telah Allah SWT berikan kepada kita. Ketika sudah mendapatkan sebagian rezeki jangan pernah lupa untuk selalu berbagi rezeki, dan berbagi ilmu dalam hal apapun baik materi maupun dalam hal ilmu pengetahuan agar saudara-saudara kita dapat bangkit dan dapat berkarya dengan kemampuan yang mereka miliki.

Percayalah bahwasannya disepanjang hidup manusia telah diberikan rezeki yang tiada tergantikan sejak kita yang dari tiada menjadi ada oleh Allah SWT. Mulai dari sebuah sperma yang menetes dalam rahim seorang ibu dan tumbuh menjadi seorang manusia yang tumbuh dewasa dengan begitu kita akan tersadarkan bahwa kita sebagai manusia terlahir ke dunia adalah untuk menjadi seorang pemenang dikarenakan sejak proses terciptanya kita sebagai manusia kita harus berlomba-lomba dengan berjuta-juta sel manusia agar dilahirkan didunia melalui rahim seorang ibu, so, kenapa kita harus menyerah karena kemiskinan. Percayalah bahwasannya Allah SWT maha pemberi segala-galaNya

Agar dalam peristiwa yang serupa tidak terulang kembali, maka sudah waktunya bagi kita untuk memulai dari yang terkecil yakni dengan cara mencintai keluarga kita yang kita cintai dalam hal ini adalah diawali oleh mencintai, dan menyayangi istri kita terlebih dahulu dengan memberikan kehangatan jiwa, ketenangan, kebahagian sebagaimana bagian dari hidup kita, bimbinglah istri kita menjadi bidadari surga dengan memuliakan wanita dan sayangi sepenuh hati, sebagaimana ijab qabul atau janji suci yang di ucapkan, bukannya harus menyakiti, membentak, bahkan sampai memukul istri kita. Maka, untuk memuliakan seorang istri kita, dan kitapun juga harus bisa memuliakan diri kita dengan cara memperkuat iman kita dan meneguhkan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan selalu berdzikir dan berdoa kepadaNya.

Setelah kita memuliakan istri kita dan disaat kita mendapatkan anugerah anak-anak yang luar biasa, darah daging kita, dengan selalu menyayangi istri kita, kita coba untuk membagi rasa sayang kita kepada anak-anak kita agar istri dan anak-anak kita dengan membimbing anak dan istri kita agar menjadi istri soleha dan menjadi anak-anak yang soleh dan soleha. Agar keluarga kita mendapatkan kemuliaan, rahmat, cinta dan kasih sayang serta keridhaan Allah SWT tentunya didasari oleh ketaatan dan iman kita kepada Allah SWT.

Setelah kita cintai anak dan istri kita, coba untuk lebih mencintai keluarga kita dan setelah itu baru kita mencoba untuk peduli kepada lingkungan masyarakat kita, dengan saling berbagi, saling menghargai, saling menolong, saling bertoleransi, dan bersama-sama beribadah bersama sesuai dengan kepercayaan masing-masing. So bukankah damai itu indah.

Dalam tulisan ini saya selaku penulis tidak bermaksud untuk mengajarkan atau menggurui melainkan untuk berbagi ilmu dan saling mengingatkan agar peristiwa yang menimpa bocah malang itu tidak terulang kembali menimpa anak ataupun saudara-saudara kita. Jadikan semua yang telah terjadi sebagai suatu pembelajaran bagi kita agar dapat menjadi lebih baik.

Salam perdamaian

Tegar Guccie
Dilema Anak Rimba
20 Maret 2014

No comments:

Post a Comment