Tidak ada satupun orang yang sanggup menjadi aku, aku yang diuji oleh
begitu banyak ujian tapi kesederhanaanku selalu menjadikan diriku mampu
berdiri tegak. Aku diuji dan terus diuji dengan segala problematika yang
menerpa jiwaku, namun aku tetap tegak berdiri menjalani jalan setapak
lika-liku kehidupan.
Dengan kesederhanaanku, dengan karyaku, dengan buah pikir dan
kepedulianku kepada sesama tanpa pernah memandang siapa mereka,
bagaimanakah latar belakang mereka, atau lainnya, aku terus melangkah
tiada henti untuk mengorbankan jiwa raga dan jalan pikiranku untuk
mereka
Mereka adalah barisan rakyat yang hidup dalam jerat kemiskinan, dan
kesulitan hidup. Berjuang dan menempuh nurani dalam merajut asa demi
memperjuangkan hidup, seperti halnya mereka yang menghabiskan waktunya
di jalan dan mencari rezeki dengan kristalisasi keringat yang menetes
membasahi tubuhnya, meski bahaya yang mungkin menerpa, meski uang yang
mereka raih tidak seberapa, dan meski harus berbagi dengan majikan atau
mandornya mereka tetap bersemangat berpanas-panasan di jalan demi
mendapatkan sedikit rezeki sebagai penyambung hidup.
Aku berdiri diantara mereka, berbagi ilmu, bercerita, bercengkrama
dengan mereka serta mendengarkan ungkapan hati mereka di dalam meniti
jalan kehidupan. Sebagian mereka bercerita tentang kehidupan keluarganya
dan sebagian mereka juga berdialektika berbicara soal kehidupan sosial
serta problematika yang melanda negeri ini.
Dalam berdialektika meski mereka mengemban taraf pendidikan yang tidak
tinggi dan jauh dari mereka yang sanggup mengemban pendidikan tinggi,
pemikiran mereka jauh lebih baik bagi kenyataannya mereka yang mengemban
pendidikan tinggi. Kenapa? Karena meskipun mereka hanya sanggup
menempuh pendidikan dasar namun sebagian dari mereka mampu untuk
berpikir lebih jauh daripada kita dan mampu membuktikan bahwasannya
mereka memiliki wawasan yang luas, hanya saja kesempatan mereka untuk
berkompetisi dibatasi oleh ijazah dari pendidikan yang mereka enyam.
Dalam rasio pemikiranku selalu terfikirkan tentang mereka, meski mereka
hidup dalam keterbatasan namun mereka dapat menjalani kehidupan mereka
dengan sebagaimana mestinya. Bahkan banyak diantara mereka selain
mencari rezeki dari mengais sampah, diantara mereka juga rela
meninggalkan keluarganya dikampung halaman demi mencari nafkah
dikota-kota besar dengan tujuan mendapatkan penghidupan yang layak. Dan
diantara merekapun banyak yang menangis apabila mengingat sanak
saudaranya di kampung halaman, mereka menangis mengingat anak-anaknya
yang masih kecil setelah mereka tinggalkan demi memenuhi kebutuhan
keluarganya.
Dalam derap langkahku aku juga pernah berjuang dan membaur dengan rakyat
semesta, aku berjuang bersama mereka yang menyampaikan suara menuntut
akan terpenuhinya apa yang menjadi tuntutan mereka, dan yang menjadi
tuntutan mereka antara lain "Tanah, Upah, Kerja" dalam hal ini yang
perlu digaris bawahi adalah sebagian mereka menuntut penghidupan yang
layak kepada pemerintah, mulai dari pemukiman atau tempat tinggal yang
layak, lahan objektifitas pertanian, kenaikkan upah dan pengsejahteraan
hidup, sampai kepada lapangan pekerjaan yang dapat mendompleng
kesejahteraan rakyat.
Namun, sayangnya pada saat itu pemerintah hanya bisa bersikap apatis
dengan para buruh, petani dan komponen rakyat semesta yang ikut serta di
dalamnya. Tanpa pernah mau berdiskusi pemerintah hanya sanggup untuk
diam, duduk diatas kursi jabatannya dan hanya sanggup untuk mengobral
janji-janji palsu. Ketika dipertanyakan akan kinerja mereka hanya
sanggup berwacana tanpa pernah membuktikan secara pasti atas apa yang
telah mereka wujudkan sebagai pemimpin.
Ketika aku melanjutkan derap langkahku selanjutnya meskipun aku sibuk
dengan orientasi pekerjaan, namun aku tetap memberikan sumbangsih
pemikiran untuk kemajuan bersama sebagai wahana ilmu, maka, tidak dapat
aku pungkiri bahwa sulit sekali bagiku untuk bersikap apatis terhadap
mereka, pasalnya mereka telah memberikan banyak ilmu dan mengajarkan
akan kehidupan.
Aku besar oleh mereka dan aku terbiasa untuk hidup berdampingan dengan
mereka, dalam satu sisi mereka mungkin sekelompok orang yang
terpinggirkan namun, sisi lain mereka adalah para guru dalam sebuah
kehidupan sosial masyarakat.
Banyak orang yang salah mengartikan hidupku, ada yang mengatakan aku
seorang yang jahat, brengsek atau lain sebagainya, tanpa pernah mereka
tau bagaimana?, dan siapa aku yang sebenarnya?, kalau memang aku orang
yang jahat, mungkin hingga saat ini aku sudah berada dalam lembaga
tahanan, dan jika benar begitu saya siap untuk mempertanggung
jawabkannya disel tahanan. So, biarkan saja mereka sebagai juri
menilaiku bagaimana, hal yang terpenting adalah aku sebagai manusia
harus tetap berpegang teguh terhadap prinsip hidupku untuk selalu peduli
dengan mereka.
Karena kalau bukan saya yang mencoba dan memulai untuk peduli dengan
mereka, siapa lagi yang akan mempedulikan nasib mereka dimasa
kesombongan dan kebutaan seperti sekarang ini, dimana banyak orang yang
menutup mata, hati, nurani dan telinganya. Banyak pula orang yang
menari-nari dalam derita yang dialami sang rakyat, selain dengan
memiskinkan dan merampas hak dengan mengenyampingkan apa yang menjadi
Hak Asasi Manusia.
Pada dimensi waktu atau peradaban saat ini banyak orang seolah-olah
bangga untuk berlomba-lomba meraih materi tanpa pernah peduli akan nasib
mereka yang dilanda kesulitan, moral dan nilai-nilai sosialpun menjadi
tidak ada arti karena sudah dimanjakan dan diperbudak oleh harta materi,
jangankan mau peduli dengan sesamanya malah terkadang banyak di antara
mereka karena sibuk akan mencari materi demi kehidupan dunia, banyak
pula yang dilanda agresi nafsu syahwat (berzinah), dan menelantarkan
anak istrinya.
Lucunya ada keluarga yang suami, istrinya selain sibuk akan mencari
harta dengan tidak lazim, mereka juga sibuk untuk melakukan suatu
perzinahan dengan banyak pria ataupun wanita, falsafah agamapun
tergadaikan dan anak-anaknyapun kalau tidak terlantar, anak-anaknyapun
juga terjerat dalam gelombang yang sama dibutakan oleh harta, dan
dibutakan oleh nafsu.
Seperti itulah ironi yang banyak terjadi di dunia dewasa ini. Akupun
hanya sanggup untuk berdiri menjadi saksi dari problematika yang melanda
Negeriku Indonesia, dan ini baru berbicara soal Indonesia belum lagi
bicara soal dunia yang tidak kalah menyentuhnya, selain banyak
terjadinya pertikaian, juga banyak di dalamnya hal-hal yang tidak lazim
untuk dibicarakan.
Sebelum banyak orang yang semakin salah dalam menilai, yaa seperti
itulah diri saya. Yang peduli dengan kehidupan dunia, khususnya
saudara-saudara saya yang dilanda akan banyak problematika kehidupan.
Tegar Guccie
Derap Langkah
24 Maret 2014
No comments:
Post a Comment