Bagi beberapa orang, mungkin
sebuah komitmen yang pernah terucap merupakan suatu langkah pasti yang sifatnya
menuntungkan bagi dirinya, sehingga menjadi fondasi bagi dirinya dalam
melangkahkan kaki disetiap ritme kehidupannya.
Begitu pula dengan diri saya
yang mempunyai suatu landasan berpikir, dan berdasarkan atas sebuah komitmen
yang sifatnya proporsional. namun, seiring dengan berjalannya waktu terkadang
sebuah komitmen yang pernah terucap dalam lisan kitapun terkadang terasa pahit.
Menjadi pahit, karena tidak sesuai dengan realita yang ada dan tidak sesuai dengan
apa yang kita inginkan bahkan tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. seperti
halnya diwaktu itu saya pernah berkeinginan bahwa “Saya tidak ingin menyayangi
seseorang dan mencintai seseorang yang diposisikan satu institusi baik
pekerjaan atau apapun itu”. Dengan alasan apabila menjalankan sebuah
hubungan dengan seseorang satu institusi maka, saya akan menjadi sebuah topik
pembicaraan dari sebuah gosip atau sebuah isu, terlebih lagi apabila
menjalankan hubungan satu institusi maka secara otomatis saya atau dia akan
menjadi saksi dari apa-apa yang di alaminya, seperti halnya. “Saya pernah
melihat, suatu ketika seseorang yang pernah saya sayangi tersebut, mendapatkan
sebuah teguran dari atasannya dan sebuah teguran tersebut saya nilai kurang
pantas dilakukan kepada seorang wanita dengan mengacung-acungkan jarinya
beberapa senti dari matanya” Sontak saja, sayapun sempat terpancing
emosinya karena ketidakpantasan seorang atasannya seperti itu. Mungkin saya
seorang pemarah, dan emosional hanya saja sebenarnyapun saya tidak ingin
menjadi demikian, terlebih lagi saya sangat membenci diri saya yang menjadi
seorang pemarah atau emosional.
Kembali kepada sebuah komitmen
diatas, komitmen tersebut saya nilai pahit bukan hanya karena “Saya
tidak ingin menyayangi seseorang dan mencintai seseorang yang diposisikan satu
institusi baik pekerjaan atau apapun itu”. Saja melainkan ditambah
dengan diri saya yang kurang cermat untuk mendepatkan diri saya disana,
dikarenakan “Saya bukan hanya pernah menyayangi seseorang yang berada dalam satu
institusi saja melainkan saya juga sempat mencintai dua orang sahabat yang
tidak lain berada dalam satu institusi” sehingga hal itu menjadi lebih
pahit, kenapa karena “diri ini sangatlah tidak kuasa untuk dapat
memilih salah satu dari keduanya yang berujung kepada menyakiti hati keduanya”,
sehingga aku lebih memilih untuk menyakiti hatiku, dan melukai jiwaku yang
tidak sanggup untuk memilih atau menyakiti keduanya.
“Wanita satu mungkin saya kagumi
dalam sebuah kecantikan atau sisi lainnya, meskipun sedikit kanak-kanak”
dan sedangkan “Wanita yang lainnya, yang tidak lain pula seorang sahabatnyapun, saya
kagumi karena paras kecantikkan, kebaikkan, kedewasaan, serta kepeduliannya”.
Hmm, mengagumi keduanya tetapi tidak sanggup memilih salah satu dari keduanya
dikarenakan oleh ketidakinginan untuk menyakiti keduanya, sehingga karena
ketidakmampuanku itu menimbulkan rasa pahit yang begitu dalam. Karena bukan
tipeku menyakiti 2 orang sahabat yang keduanya aku sayangi. Jikapun memang
berada dalam satu institusi namun hanya menyayangi 1 orang saja mungkin tidak
begitu berat bagiku, sehingga aku bisa memutuskan untuk menciptakan hubungan
yang serius dengan dirinya, dan tidak menjauh seperti ini.
Saat ini mungkin saja, keduanya
saat ini membenciku, dan merasa kecewa, tapi tidak mengapalah cukup aku saja
yang menahan bagaimana pahitnya, pahit karena tidak sanggup untuk memilih
salah satu wanita yang aku sayangi. Terlebih keduanya mungkin tidak mengerti,
atau paham, akan begitu sakitnya harus mengalah, dan harus rela melepas rasa
sayang yang pernah tercurahkan kepada keduanya, serta begitu sakitnya harus
menjaga perasaan keduanya, dan menghindar. Anehnya, tidak ada satu
orangpun yang mengerti.
Karena bukan tipeku, untuk dapat
menyakiti hati seorang wanita, melainkan tipe diriku adalah menyayangi,
mencintai, dan memuliakan dirinya seperti yang menjadi sebuah tuntunan tokoh
idolaku Nabi Muhammad SAW yang telah diriwayatkan kepada umatnya. Akupun, aku
akui bahwasannya diriku mengenal banyak wanita cantik lainnya hanya saja dari
banyak wanita yang aku kenal, aku belum memutuskan apakah dia layak dan pantas
untuk menjadi pendamping hidupku nanti, melewati hari, menghabiskan waktu dalam
sebuah dimensi romantisme cinta antara aku dengan dirinya, hingga waktu
memanggilku untuk kembali kepada pangkuanNya.
Besar keinginanku,
dikala suatu ketika aku sudah memiliki seorang istri yang terbaik nanti dan
suatu ketika nanti di hari tuaku dikala sudah waktunya nanti ajal menjemput
diriku, sebelum ajal itu datang, besar sekali keinginanku untuk dapat bersanding
hidup dalam pangkuan istriku nanti untuk yang terakhir kalinya karena bagiku,
seseorang yang begitu berjasa dalam hidupku nanti selain orang tuaku, adalah
istriku yang dimana, dirinya menjadi seorang istri soleha yang selalu menemani
aku dan menjadi seorang bidadari surga bagi diriku. Sehingga, keinginanku untuk
dapat bersanding dalam pelukkan istriku dikala ajalku menjemputpun tercapai.
Hmm, mungkin aku
haruslah banyak bersabar dan serahkan segalanya kepada Allah SWT Sang Maha
Pencipta, karena segala sesuatu yang ada dalam hidupku adalah kuasaNya dan
menjadi bagian dari sketsa kehidupan yang bahagia bagi diriku nanti.
Distorsi Hasrat Keinginan Naluri
Tegar Guccie
8 September 2014
No comments:
Post a Comment