Dialektika Sosial Anak Bangsa

Sebuah perjalanan panjang dalam untaian kata dalam jiwa, dedikasi yang tercipta untuk Sang Pencipta, yang terbaik dalam hidup dan untuk Negeriku Indonesia

Monday, September 8, 2014

Distorsi Hasrat Keinginan Naluri

Bagi beberapa orang, mungkin sebuah komitmen yang pernah terucap merupakan suatu langkah pasti yang sifatnya menuntungkan bagi dirinya, sehingga menjadi fondasi bagi dirinya dalam melangkahkan kaki disetiap ritme kehidupannya. 

Begitu pula dengan diri saya yang mempunyai suatu landasan berpikir, dan berdasarkan atas sebuah komitmen yang sifatnya proporsional. namun, seiring dengan berjalannya waktu terkadang sebuah komitmen yang pernah terucap dalam lisan kitapun terkadang terasa pahit. Menjadi pahit, karena tidak sesuai dengan realita yang ada dan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan bahkan tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. seperti halnya diwaktu itu saya pernah berkeinginan bahwa “Saya tidak ingin menyayangi seseorang dan mencintai seseorang yang diposisikan satu institusi baik pekerjaan atau apapun itu”. Dengan alasan apabila menjalankan sebuah hubungan dengan seseorang satu institusi maka, saya akan menjadi sebuah topik pembicaraan dari sebuah gosip atau sebuah isu, terlebih lagi apabila menjalankan hubungan satu institusi maka secara otomatis saya atau dia akan menjadi saksi dari apa-apa yang di alaminya, seperti halnya. “Saya pernah melihat, suatu ketika seseorang yang pernah saya sayangi tersebut, mendapatkan sebuah teguran dari atasannya dan sebuah teguran tersebut saya nilai kurang pantas dilakukan kepada seorang wanita dengan mengacung-acungkan jarinya beberapa senti dari matanya” Sontak saja, sayapun sempat terpancing emosinya karena ketidakpantasan seorang atasannya seperti itu. Mungkin saya seorang pemarah, dan emosional hanya saja sebenarnyapun saya tidak ingin menjadi demikian, terlebih lagi saya sangat membenci diri saya yang menjadi seorang pemarah atau emosional.

Kembali kepada sebuah komitmen diatas, komitmen tersebut saya nilai pahit bukan hanya karena “Saya tidak ingin menyayangi seseorang dan mencintai seseorang yang diposisikan satu institusi baik pekerjaan atau apapun itu”. Saja melainkan ditambah dengan diri saya yang kurang cermat untuk mendepatkan diri saya disana, dikarenakan “Saya bukan hanya pernah menyayangi seseorang yang berada dalam satu institusi saja melainkan saya juga sempat mencintai dua orang sahabat yang tidak lain berada dalam satu institusi” sehingga hal itu menjadi lebih pahit, kenapa karena “diri ini sangatlah tidak kuasa untuk dapat memilih salah satu dari keduanya yang berujung kepada menyakiti hati keduanya”, sehingga aku lebih memilih untuk menyakiti hatiku, dan melukai jiwaku yang tidak sanggup untuk memilih atau menyakiti keduanya.

“Wanita satu mungkin saya kagumi dalam sebuah kecantikan atau sisi lainnya, meskipun sedikit kanak-kanak” dan sedangkan “Wanita yang lainnya, yang tidak lain pula seorang sahabatnyapun, saya kagumi karena paras kecantikkan, kebaikkan, kedewasaan, serta kepeduliannya”. Hmm, mengagumi keduanya tetapi tidak sanggup memilih salah satu dari keduanya dikarenakan oleh ketidakinginan untuk menyakiti keduanya, sehingga karena ketidakmampuanku itu menimbulkan rasa pahit yang begitu dalam. Karena bukan tipeku menyakiti 2 orang sahabat yang keduanya aku sayangi. Jikapun memang berada dalam satu institusi namun hanya menyayangi 1 orang saja mungkin tidak begitu berat bagiku, sehingga aku bisa memutuskan untuk menciptakan hubungan yang serius dengan dirinya, dan tidak menjauh seperti ini.

Saat ini mungkin saja, keduanya saat ini membenciku, dan merasa kecewa, tapi tidak mengapalah cukup aku saja yang menahan bagaimana pahitnya, pahit karena tidak sanggup untuk memilih salah satu wanita yang aku sayangi. Terlebih keduanya mungkin tidak mengerti, atau paham, akan begitu sakitnya harus mengalah, dan harus rela melepas rasa sayang yang pernah tercurahkan kepada keduanya, serta begitu sakitnya harus menjaga perasaan keduanya, dan menghindar. Anehnya, tidak ada satu orangpun yang mengerti.

Karena bukan tipeku, untuk dapat menyakiti hati seorang wanita, melainkan tipe diriku adalah menyayangi, mencintai, dan memuliakan dirinya seperti yang menjadi sebuah tuntunan tokoh idolaku Nabi Muhammad SAW yang telah diriwayatkan kepada umatnya. Akupun, aku akui bahwasannya diriku mengenal banyak wanita cantik lainnya hanya saja dari banyak wanita yang aku kenal, aku belum memutuskan apakah dia layak dan pantas untuk menjadi pendamping hidupku nanti, melewati hari, menghabiskan waktu dalam sebuah dimensi romantisme cinta antara aku dengan dirinya, hingga waktu memanggilku untuk kembali kepada pangkuanNya.

Besar keinginanku, dikala suatu ketika aku sudah memiliki seorang istri yang terbaik nanti dan suatu ketika nanti di hari tuaku dikala sudah waktunya nanti ajal menjemput diriku, sebelum ajal itu datang, besar sekali keinginanku untuk dapat bersanding hidup dalam pangkuan istriku nanti untuk yang terakhir kalinya karena bagiku, seseorang yang begitu berjasa dalam hidupku nanti selain orang tuaku, adalah istriku yang dimana, dirinya menjadi seorang istri soleha yang selalu menemani aku dan menjadi seorang bidadari surga bagi diriku. Sehingga, keinginanku untuk dapat bersanding dalam pelukkan istriku dikala ajalku menjemputpun tercapai. 

Hmm, mungkin aku haruslah banyak bersabar dan serahkan segalanya kepada Allah SWT Sang Maha Pencipta, karena segala sesuatu yang ada dalam hidupku adalah kuasaNya dan menjadi bagian dari sketsa kehidupan yang bahagia bagi diriku nanti.

Distorsi Hasrat Keinginan Naluri
Tegar Guccie
8 September 2014

No comments:

Post a Comment