Masih teringat jelas dalam ingatanku
akan terjadinya dimasa itu, dimana aku sendiri berjalan menuju gedung DPR/MPR
menjadi saksi akan terjadinya peristiwa dimasa itu, dan akupun bergabung dalam sebuah gemuruh
massa yang hadir berorasi, menyuarakan sebuah aspirasi putih menuntut kemajuan
negeri, dan disanapun aku juga menemui beberapa orang teman yang sudah lama dan
terbiasa untuk berjuang dalam sebuah orasi sumbang, di gedung DPR/MPR bersama
dengan beberapa orang seniorku yang juga telah lama untuk menyempatkan diri
mereka untuk melakukan aksi demonstrasi menyuarakan sebuah aspirasi untuk
kemajuan Negara, meskipun awalnya aku sendiri, dan pada akhirnya bergabung
menjadi satu dengan beberapa kawan-kawanku, serta beberapa orang seniorku
dimasa kuliah dulu, masih teringat akan sebuah perjuangan dimasa itu, meskipun
tidak seperti peristiwa memilukan di tahun 1998, dimasa 1998 itu, karena dimasa
itu aku masihlah seorang anak ingusan dengan seragam putih merah yang gemar
petantang-petenteng dengan sebuah celotehan tolol, dan ketika SMP mulai
tersadar akan sebuah perjuangan untuk nusa bangsa, sampai-sampai pernah
bermimpi dimasa SMP itu untuk dapat menurunkan seorang presiden untuk dapat
turun dalam kursi jabatannya, dan ketika ditanya oleh seorang kepala sekolah
setelah SMP mau masuk SMA mana dengan tololnya yang menjawab mau kuliah biar
bisa nurunin seorang presiden. Hahahahaha…
Kembali kepada perjuangan yang pernah
aku lalui bersama beberapa orang seniorku serta beberapa temanku, beserta
elemen masyarakat yang ikut tergabung akan aksi bersama “REFORMA AGRARIA”
dimasa itu, Aku ingat akan sebuah perjuangan dimana kita semua berjuang bersama
bertarung dengan rimba zaman menatap masa depan untuk kemajuan negeri, tergabung
dalam sebuah aksi dorong-dorongan dengan barisan serdadu polisi dengan senjata
pentungan dan tameng persenjataan lengkap, tidak lupa dengan watercanon, dan
dengan gas airmatanya, serta sebuah tangisan sendu seorang petani tua yang
menangis menceritakan tentang kehidupannya yang sulit untuk mereka lalui, dan menangis
dalam pelukkan saya karena tak mampu menahan airmata kesedihan akan sulitnya
kehidupan yang di alaminya, sebagaimana
yang petani tua rasakan dalam sebuah duka tangis airmatanya seraya mengatakan
bahwa “Dirinya, berupaya untuk berjuang dalam teriknya panas matahari,
bertarung melawan waktu, menahan sakit karena tubuh yang tua renta untuk
menanam padi dan memenuhi kebutuhan pangan untuk semua elemen masyarakat bahkan
negara, tapi keringat dan perjuangannya, menjadi sia-sia yang dikarenakan oleh
kenaikkan harga gabah, dan kebutuhannya dalam bercocok tanam, terlebih lagi
nilai jual ataupun hasil yang mereka dapatkan tidak dapat mencukupi
kehidupannya, sehingga terkadang dirinya tak sanggup untuk menahan perutnya
yang lapar, dan tak mampu untuk dapat menghidupi keluarganya.
Dalam sebuah aksi dimasa itu, Kitapun
sama-sama menunjukkan sebuah kepalan tangan sebagaimana bukti perlawanan kita
terhadap sebuah kebijakkan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyatnya,
menjadikan rakyat menangis, menjerit, berteriak serta menuntut terwujudnya apa
yang menjadi landasan kerangka berfikir yang terkandung dalam aspirasi
putihnya, menolak akan sebuah kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada
rakyatnya. Sorak-sorai yel-yel, nyanyian perlawanan dan sumpah persatuanpun
selalu menjadi pemacu semangat juang dalam menyuarakan aspirasi perjuangan di
dalam membela hak-hak asasi manusia dengan mengatasnamakan rakyat, menyuarakan
sebuah tuntutan yang terdiri dari “TANAH, UPAH, KERJA” serta menyuarakan sebuah
tuntutan “PENOLAKAN” terhadap kenaikkan BBM, sorak-sorai para Mahasiswa, Elemen
Buruh, serta perwakilan masyarakat dengan semangat yang berkobarpun tanpa
pernah letih untuk menyuarakan aspirasi putihnya demi terbentuknya sebuah
tatanan masyarakat adil, sejahtera yang tidak hanya mementingkan kepentingan
golongan, melainkan mementingkan kesejahteraan rakyat pada khususnya, serta
kepentingan dan kemajuan Negara dimata dunia pada umumnya.
Orasi-orasi ilmiah dihadapan public menjadi
suatu senjata ampuh yang mewakili terbentuknya sebuah aspirasi putih demi
keutuhan Negara, terlihat beberapa perwakilan anggota dewan yang turut andil
dalam aksi disana menyampaikan dukungan terhadap rakyat semesta dalam sebuah
orasi ilmiahnya, hanya saja sebagian dari mereka yang turut andil menyampaikan
orasinya sebagaimana seorang anggota dewan, tidak mau untuk menanggalkan posisi
jabatannya sebagaimana seorang anggota dewan ataupun ke partaiannya, dan hanya
bisa berkoar dalam menyampaikan orasinya tanpa pernah mau melepaskan dirinya
dari sebuah penjagaan keamanan dari aparat yang terkait, pasalnya jika memang
anggota dewan pro kepada rakyat, persilahkan saja para pengawalnya untuk masuk
kembali ke tempat mereka bekerja dan tinggalkan orang yang ingin mereka kawal,
jika memang dia ingin berorasi bersama rakyat dan mengatasnamakan rakyat
semesta, bila perlu damaikan kawan-kawan mereka yang sombong dan terbuai akan
sebuah manifesto kemewahan duniawi dalam lelap tidurnya dalam sebuah kursi
jabatannya untuk dapat turun bersama rakyat semesta, dan ikut serta membela apa
yang menjadi sebuah hak-hak rakyat. Simple saja jika anggota dewan tersebut
benar-benar berani untuk menyuarakan aspirasi putihnya untuk rakyat, maka
suarakan aspirasi tersebut benar-benar untuk rakyat dengan menanggalkan kursi
jabatan yang mereka pegang dalam DPR ataupun Partai Politik, dan bagaimana
keseriusan mereka untuk menyampaikan orasi ilmiahnya biarkan saja rakyat yang
menjadi penyeleksinya, dengan syarat lumrah mereka harus siap untuk
ditertawakan oleh rakyat, dan mendapatkan hinaan dari rakyat yang melakukan
aksi di waktu itu.
Seharusnyapun para anggota dewan yang
mendiami gedung DPR/MPR tersebut harusnya sadar akan peran mereka serta
mengingat seberapa kotornya mereka sebelum menduduki fungsi jabatan sebagaimana
seorang anggota dewan, dan meningkatkan kepedulian mereka kepada rakyat,
bukannya harus menjadi bangkai yang tidak berguna, merampas hak-hak rakyat
dengan melupakannya dan menikmati kemewahan yang membutakan mata nurani mereka.
Seharusnyapun dimasa itu aparat yang terkait bukannya mengamankan atau
membatasi ruang langkah gerak elemen masyarakat yang menyampaikan aspirasi
putih demi terciptanya tatanan masyarakat yang sama-sama kita inginkan,
melainkan mereka sebagai aparat yang terkait seharusnya ikut serta untuk
mendukung apa yang menjadi landasan fundamental dalam aspirasi yang diorasikan
untuk terciptanya Negara yang adil sejahtera dan berdaulat, dan bukannya harus
menjadi penghalang serta menjadi alat adu domba untuk menghalangi apa yang
disuarakan oleh elemen aksi.
Mungkin kini masanya sudah berbeda,
dan sudah bukan zamannya lagi bagi diriku untuk turun serta terjun langsung
dalam sebuah management aksi, karena kehidupanku kini sudah berbeda, karena
sudah waktunya bagi diriku untuk memfokuskan diriku untuk memberikan yang
terbaik bagi keluarga, sahabat, serta memberikan yang terbaik pula kepada
seseorang yang mendapatkan ridha Allah SWT untuk dapat menjadi seorang istri
yang soleha, dan seorang ibu yang terbaik bagiku dan anak-anakku kelak. Namun,
meskipun aku memfokuskan diriku untuk memberikan yang terbaik bagi keluarga,
sahabat, dan keluarga inti yang aku bina dan aku didik nanti, sungguh sangat
besar harapanku akan sebuah mimpi mulia untuk dapat menjadikan Negara Kesatuan
Republik Indonesia ini menjadi Negara yang maju, adil sejahtera, dan berdaulat.
Akupun ingin memberikan yang terbaik
untuk Negara yang aku cintai ini dalam sebuah karya-karyaku untuk nusa bangsa,
walau hanya dalam sebuah tulisan-tulisan usang, yang mungkin tidak mengandung
arti bagi siapapun, dan biarkan saja pengalaman yang pernah aku rasakan,
meskipun aku bukanlah seorang orator ilmiah yang pandai untuk berorasi, dan
merasakan pahitnya teradu domba dengan aparat kepolisian dalam sebuah aksi
dorong-dorongan, mendapatkan siraman watercanon, merasakan semburan gas airmata
digedung DPR/MPR, menjadi sebuah pengalaman yang tidak pernah terlupakan,
dengan harapan besar pula bagiku, generasi-generasi muda setelahku dapat
menunjukkan bahwasannya mereka adalah generasi muda yang tangguh, dan mampu
memberikan yang terbaik untuk kemajuan nusa bangsa, Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Adapun sebuah pesan yang ingin aku
sampaikan kepada generasi muda setelahku, dan generasi-generasi berikutnya agar
“Jadikanlah dirimu menjadi generasi muda penerus bangsa yang terbaik, dan berkorbanlah kalian dalam sebuah semangat juangmu demi meraih cita-cita dan masa depan yang terbaik bagi nusa dan bangsa, mampu dalam menyatakan sikap geriliya demi kemajuan negara, serta menjadi generasi muda yang berkualitas dengan menunjukkan potensi diri, mampu memberikan yang terbaik demi bangsa dan negara, tunjukkan semangat mudamu dibawah bendera merah putih yang menyelimuti setiap jejak langkahmu".
Mungkin tidak banyak yang dapat aku
sampaikan dalam tulisan yang tidak bermanfaat ini, namun, dalam sebuah tulisan
usang ini, aku masih mempunyai harapan sebagaimana sebuah mimpiku sejak dahulu,
akan terciptanya sebuah tatanan masyarakat yang adil sejahtera, sebagaimana
perwujudan akan terciptanya sebuah Negara yang maju, yang mampu menunjukkan
kedaulatannya dihadapan di dunia.
Semoga saja dimasa akan datang tidak
lagi tangisan airmata mereka yang terjajah, terinjak-injak, terdogma dalam
sebuah polifrasi kepentingan-kepentingan busuk yang menjadikan rakyat semesta
terjerat lehernya dan tercabut hak-hak hidupnya karena dirong-rong luka karena
ketidakadilan, jangan biarkan lagi mereka yang lapar, menjadi sebuah suguhan
menarik bagi media televisi, radio, Koran atau media lainnya yang menceritakan
akan kehidupan mereka yang lapar.
MAJULAH NEGERIKU, BANGKITLAH
INDONESIAKU, DAN BERJUANGLAH PUTERA-PUTERI PENERUS BANGSA DENGAN KOBARKAN SEMANGAT MUDA PENUH AKAN PERJUANG
DEMI TERWUJUDNYA INDONESIA BARU YANG LEBIH BAIK JUJUR, ADIL, SEJAHTERA DAN
BERDAULAD DI MATA DUNIA.
Salam hangat, dan salam perjuangan Merah
Putih
Transformasi Kehidupan Dimasa Itu
Tegar Guccie
13 August 2014
No comments:
Post a Comment