Sebuah dialog dengan seorang nenek, pengemis..
Tegar : Nek, umur nenek sekarang udah berapa?
Nenek : Gak tau dek, cuz zaman nippon (Jepang), sama Belanda, nenek udah ada.
Tegar : Hmm, alhamdulillah ya nek, nenek sehat-sehat aja.
Nenek: iya dek, alhamdulillah nenek sehat, sehat aja dek. Cuma, kaki nenek sakit dek (sambil, pegang kakinya yang sakit)
Tegar : Ooo, kaki nenek sakit kenapa?
Nenek : kaki nenek sakit, karena waktu itu pernah ketabrak mobil dek, udah lama kejadiannya, and hampir di amputasi cuma nenek gak mau, yaa jadinya kayak gini (sedikit mengecil, dan jalan dengan tertatih)
(Si nenek, minta sebuah kardus dari sebuah toko ATK).
Tegar : Nek, maaf kardusnya buat apa nek?
Nenek : Buat tidur Dek, yaa biasalah dek, nenek tidur di atas kardus..
(Saya, berdiri and mau melangkah sejenak melihat kedatangan seorang kawan)
Nenek : Dek, mau kemana?
Tegar : Mau nunggu seorang kawan Nek, mau kembali ke kantor.
Nenek : Ooo, mau balik ke kantor, hati-hati yaa Dek, nenek doain supaya adek banyak rezekinya, sehat selalu, dan jadi orang yang sukses.
Tegar : Belum nemu jodohnya nih nek?
Nenek : Iya, semoga juga dapet jodoh yang terbaik buat adek..
Tegar : Aamiin, Makasih ya Nek, doanya?
(Seorang kawan datang, lalu saya titipkan sedikit rezeki untuk si nenek)
Tegar : Ini nek sedikit rezeki buat nenek, and semoga nenek sehat selalu yaa?
Nenek : Iya, Dek makasih..
Yaaa, mungkin ini sebuah dialog biasa, tapi yang tidak habis saya pikir, kita yang hidup serba kecukupan, and menikmati empukknya kasur yang empuk kadang masih dibutakan oleh harta materi, tanpa pernah mau berkaca bahwasannya kita harus bersyukur, dan harus benar-benar untuk peduli dengan mereka yang sedang kesulitan. Sulit, memang cukup sulit, tapi, setidaknya kita sudah mau untuk berbagi, so, kalau kita tidak mau untuk berbagi, apakah kita sudah tidak memiliki lagi rasa peduli, dan benar-benar sudah buta menjadi tidak berguna karena diperbudak dengan harta materi?
Yaa, si nenek memang miskin, si nenek itu memang tidak punya harta materi, bahkan harus rela tidur dengan sebilah kardus usang. Tapi, si nenek itu mau dengan tulus untuk mendoakan orang lain, bahkan orang yang baru dikenalnya tanpa pamrih. Tapi, bagaimana dengan kita yang hidup serba berkecukupan selain tamak akan harta materi, tidak mau berbagi, bahkan masih menuntut sebuah pamrih kepada sedikitnya banyak orang atas kerja keras yang dia lakukan, baku hantam, protas protes menuntut upah, menuntut hak akan materi, bahkan sampai berani untuk merampas hak milik orang lain (koruptor) dan tidak pernah untuk mau bersyukur.
Mungkin, ini hanya sebuah tulisan usang yang tidak mengandung arti, tentang sebuah perjalanan seorang pengemis tua, yang berjalan dengan tertatih, meminta kardus dengan membayarnya dengan sebatang rokok, agar si nenek dapat tidur beralaskan atas kardus. Yaaa, mungkin si nenek hanyalah seorang pengemis tua, tapi, bagaimana dengan kita yang selain tidak mau untuk bersyukur dan berbagi, masih saja dibutakan oleh harta materi, menuntut, bahkan merampas hak orang lain. Apa bedanya kita dengan seorang pengemis yang selalu saja menuntut tanpa pernah mau bersyukur dan tanpa pernah mau berbagi?
Coba hayatilah peranmu..
Tegar Guccie
Sebuah Dialog
19 November 2014
Tegar : Nek, umur nenek sekarang udah berapa?
Nenek : Gak tau dek, cuz zaman nippon (Jepang), sama Belanda, nenek udah ada.
Tegar : Hmm, alhamdulillah ya nek, nenek sehat-sehat aja.
Nenek: iya dek, alhamdulillah nenek sehat, sehat aja dek. Cuma, kaki nenek sakit dek (sambil, pegang kakinya yang sakit)
Tegar : Ooo, kaki nenek sakit kenapa?
Nenek : kaki nenek sakit, karena waktu itu pernah ketabrak mobil dek, udah lama kejadiannya, and hampir di amputasi cuma nenek gak mau, yaa jadinya kayak gini (sedikit mengecil, dan jalan dengan tertatih)
(Si nenek, minta sebuah kardus dari sebuah toko ATK).
Tegar : Nek, maaf kardusnya buat apa nek?
Nenek : Buat tidur Dek, yaa biasalah dek, nenek tidur di atas kardus..
(Saya, berdiri and mau melangkah sejenak melihat kedatangan seorang kawan)
Nenek : Dek, mau kemana?
Tegar : Mau nunggu seorang kawan Nek, mau kembali ke kantor.
Nenek : Ooo, mau balik ke kantor, hati-hati yaa Dek, nenek doain supaya adek banyak rezekinya, sehat selalu, dan jadi orang yang sukses.
Tegar : Belum nemu jodohnya nih nek?
Nenek : Iya, semoga juga dapet jodoh yang terbaik buat adek..
Tegar : Aamiin, Makasih ya Nek, doanya?
(Seorang kawan datang, lalu saya titipkan sedikit rezeki untuk si nenek)
Tegar : Ini nek sedikit rezeki buat nenek, and semoga nenek sehat selalu yaa?
Nenek : Iya, Dek makasih..
Yaaa, mungkin ini sebuah dialog biasa, tapi yang tidak habis saya pikir, kita yang hidup serba kecukupan, and menikmati empukknya kasur yang empuk kadang masih dibutakan oleh harta materi, tanpa pernah mau berkaca bahwasannya kita harus bersyukur, dan harus benar-benar untuk peduli dengan mereka yang sedang kesulitan. Sulit, memang cukup sulit, tapi, setidaknya kita sudah mau untuk berbagi, so, kalau kita tidak mau untuk berbagi, apakah kita sudah tidak memiliki lagi rasa peduli, dan benar-benar sudah buta menjadi tidak berguna karena diperbudak dengan harta materi?
Yaa, si nenek memang miskin, si nenek itu memang tidak punya harta materi, bahkan harus rela tidur dengan sebilah kardus usang. Tapi, si nenek itu mau dengan tulus untuk mendoakan orang lain, bahkan orang yang baru dikenalnya tanpa pamrih. Tapi, bagaimana dengan kita yang hidup serba berkecukupan selain tamak akan harta materi, tidak mau berbagi, bahkan masih menuntut sebuah pamrih kepada sedikitnya banyak orang atas kerja keras yang dia lakukan, baku hantam, protas protes menuntut upah, menuntut hak akan materi, bahkan sampai berani untuk merampas hak milik orang lain (koruptor) dan tidak pernah untuk mau bersyukur.
Mungkin, ini hanya sebuah tulisan usang yang tidak mengandung arti, tentang sebuah perjalanan seorang pengemis tua, yang berjalan dengan tertatih, meminta kardus dengan membayarnya dengan sebatang rokok, agar si nenek dapat tidur beralaskan atas kardus. Yaaa, mungkin si nenek hanyalah seorang pengemis tua, tapi, bagaimana dengan kita yang selain tidak mau untuk bersyukur dan berbagi, masih saja dibutakan oleh harta materi, menuntut, bahkan merampas hak orang lain. Apa bedanya kita dengan seorang pengemis yang selalu saja menuntut tanpa pernah mau bersyukur dan tanpa pernah mau berbagi?
Coba hayatilah peranmu..
Tegar Guccie
Sebuah Dialog
19 November 2014